Jumat, 02 Januari 2009

NPWP

Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-undang KUP (Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 yang terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP ) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Dalam terminologi Pajak Penghasilan, seseorang atau badan yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif akan menjadi Wajib Pajak. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif ini wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP ).

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, seseorang memenuhi syarat subjektif jika orang tersebut berada atau bertempat tinggal di Indonesia melebihi 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Syarat objektif terpenuhi jika orang tersebut mendapatkan atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi PTKP dalam satu tahun pajak.

 

Penerbitan NPWP Secara Jabatan

 

Sesuai dengan ketentuan di atas, pada prinsipnya seseorang yang telah memenuhi syarat wajib mendaftarkan diri sesuai dengan sistem Self Assesment . Namun demikian, untuk menjamin dipatuhinya ketentuan ini, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan apabila Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajibannya untuk mendaftarkan diri secara sukarela.

Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

 

Jangka Waktu Pendaftaran NPWP

Jangka waktu pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) diatur sebagai berikut :

1.      Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan .

2.      Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas,        apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya.

 

Tempat Pendaftaran NPWP

Wajib Pajak yang telah memenuhi syarat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak atau ke Kantor Pelayanan Pajak tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Misalnya seseorang yang tinggal di Pasar Minggu maka dia mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pasar Minggu karena KPP ini wilayah kerjanya meliputi kecamatan Pasar Minggu.

Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha di beberapa tempat atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan tempat tinggal, selain mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya juga mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.

Misal Tuan Afghan yang bertempat tinggal di Pasar Minggu memiliki toko handphone di Blok M dan Kebayoran Lama. Tuan Afghan selain mendaftarkan NPWP di KPP Pratama Pasar Minggu juga mendaftar NPWP di KPP Pratama Kebayoran Baru dan KPP Pratama Kebayoran Lama.

Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan dalam hal diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh :

1.      Wajib Pajak dan/atau ahli warisnya karena Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

2.      Wajib Pajak badan dalam rangka likuidasi atau pembubaran karena penghentian atau penggabungan usaha;

3.      Wanita yang sebelumnya telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau

4.      Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau

Penghapusan NPWP juga dilakukan jika dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan apabila utang pajak telah dilunasi atau hak untuk melakukan penagihan telah daluwarsa, kecuali dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa utang pajak tersebut tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi antara lain karena:

1.      Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dengan tidak meninggalkan warisan dan tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan; atau

2.      Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan.

Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.

Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dianggap dikabulkan.

Dalam hal permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan, Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat keputusan penghapusan Nomor Pokok Wajib pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu 6 bulan atau 12 bulan tersebut berakhir.

Dasar Hukum :

1.      Pasal 2 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan

2.      Peraturan Menteri Keuangan No. 20/PMK.03/2008 tentang Jangka Waktu Pendaftaran Dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran Dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Serta Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak tanggal 6 Pebruari 2008.

Istilah NPWP nampaknya sekarang sudah semakin populer di masyarakat. Ini tak lain karena gencarnya iklan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak tentang kewajiban untuk ber NPWP. “Punya penghasilan tapi tidak punya NPWP? Apa kata dunia?” Saya kira hampir semua kita sudah pernah melihat iklan itu.

NPWP sendiri adalah kependekan dari Nomor Pokok Wajib Pajak. NPWP digunakan sebagai sarana administrasi dalam pemenuhan kewajiban dan hak masyarakat Wajib Pajak. Fungsinya mirip-mirip dengan KTP atau SIM, Cuma beda tujuannya saja. Nah, jika seseorang atau badan sudah memiliki NPWP, maka ia akan masuk ke dalam sistem administrasi perpajakan Indonesia.

Dengan demikian, secara formal, Wajib Pajak nantinya harus melakukan pelaporan-pelaporan pajak sesuai dengan jenis-jenis kewaibannya.Jenis-jenis kewajiban pajak ini bermacam-macam. Ada yang disebut PPh Pasal 25/29, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2) serta ada juga kewajiban PPN.

Masing-masing orang atau badan berbeda-beda kewajibannya sesuai dengan kondisinya masing-masing. Untuk badan misalnya, kewajiban pajak hampir meliputi semua jenis kewajiban tersebut. Untuk orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha, kewajiban pajaknya biasanya adalah PPh Pasal 25 bulanan, dan pelaporan SPT PPh Tahunan. Kalau dia punya karaywan, kewajibannya juga meliputi PPh Pasal 21. Bagi orang pribadi yang statusnya hanya sebagai karyawan, kewajibannya hanya menyampaikan SPT Tahunan setiap tahun.

Mungkin banyak di antara Anda yang bertanya, siapa yang harus memiliki NPWP. Berdasarkan ketentuan, setiap badan (PT, CV, Yayasan, Koperasi dsb) wajib memiliki NPWP. Sedangkan untuk orang pribadi, yang wajib memiliki NPWP adalah orang yang penghasilannya dalam satu tahun melebihi jumlah tertentu yang disebut Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Tulisan ini hanya pengantar untuk mempelajari lebih mendalam tentang pajak di Indonesia. Tulisan-tulisan berikutnya akan membahas masing-masing jenis kewajiban pajak tersebut. Untuk itu silahkan pantau terus blog ini.

Ekstensifikasi NPWP nampaknya mulai merambah pada praktek jual beli tanah/bangunan. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-35/PJ/2008 tanggal 9 September 2008 tentang Kewajiban Pemilikan NPWP Dalam Rangka Pengalihan Hak Atas Tanah/Bangunan.

Seperti diketahui, dalam transaksi pengalihan hak atas tanah atau bangunan ada dua fihak yang terlibat dan dikenakan pajak yang berbeda. Dua fihak tersebut adalah penjual yang akan dikenakan Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) sebesar 5% dari nilai transaksi dan pembeli yang akan dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB).

Nah, dua fihak inilah yang akan menjadi sasaran ekstensifikasi NPWP di mana diwajibkan bagi pembeli untuk mencantumkan NPWP dalam Surat Setoran BPHTB (SSB) dan diwajibkan juga bagi penjual untuk mencantumkan NPWP dalam Surat Setoran Pajak (SSP). Hal ini berarti bahwa baik penjual maupun pembeli wajib memiliki NPWP.

Namun demikian Peraturan Dirjen ini masih memberikan kekecualian yaitu :

  1. Bagi pembeli, tidak wajib mencantumkan NPWP jika NJOP atau NPOP di bawah Rp60.000.000,-
  2. Bagi penjual, tidak wajib mencantumkan NPWP jika PPh Final terutangnya di bawah Rp3.000.000,-. Hal ini sama saja dengan dasar pengenaannya di bawah Rp60.000.000,- juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar