Jumat, 02 Januari 2009

PBB

Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu kegiatan administrasi dalam pemerintahan indonesia yang didesentralisasikan ke daerah. Pajak ini merupakan penerimaan daerah yang merupakan pembagian dari pemerintah pusat. Penerapan atau pelaksanaan Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

 Subyek Pajak

 Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Pasal 4 (1) “yang menjadi subyek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau badan, yang :

-        Secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau ;

-        Memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau ;

-        Memiliki, menguasai, dan/atau ;

-        Memperoleh manfaat atas bangunan.”

 Obyek Pajak

             Berdasarkan Pasal 2 (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 obyek dari Pajak Bumi dan Bangunan adalah “tanah dan atau bangunan yang ada di wilayah Republik Indonesia yang diklasifikasikan oleh menteri keuangan”. Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta untuk memudahkan perhitungan pajak yang terhutang.

  Prosedure Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan

             Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 dan penjelasannya disebutkan bahwa yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Berdasarkan Undang-undang tersebut yang dimaksud dengan Nilai Jual Obyek Pajak adalah ;

a.   Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.

   b. Bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau

   c.  Nilai perolehan baru, atau

   d.  Nilai Jual Obyek Pajak pengganti.

Pada dasarnya penetapan NJOP dilakukan setiap 3 tahun sekali oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Gubernur /Bupati /Walikota (Pemerintah Daerah) setempat denagan memperhatikan asas self assessment. Dasar dari penghitungan pajak adalah yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP.

Tetapi untuk daerah tertentu (misalnya daerah pertokoan, perkantoran) yang karena perkembangan pembangunan  mengakibatkan kenaikan NJOP cukup besar, maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali. Hal ini sering disebut dengan intensifikasi Pajak Bumi dan Bangunan.

PBB=Tarif pajak x NJKP

PBB= 0,5%X(Persentase NJKPx(NJOPxNJOPTKP))

 

Proses Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan

 

Dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan ada beberapa tahap yang perlu dilaksanakan untuk sampai pada pembayaran mulai dari tahap Pendaftaran, penyampaian Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP), penyampaian Surat Ketetapan Pajak Terutang (SPPT) sampai dengan penyampaian Surat Ketetapan Pajak (SKP). Adapun tahap-tahap tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

 a.  Pendaftaran

Dalam rangka pendataan obek pajak maka subyek pajak yang memiliki atau mempunyai hak atas obyek pajak, menguasai atau memperoleh manfaat dari obyek pajak PBB, wajib mendaftarkan obyek pajak dengan mengisi SPOP dikembalikan kepada Direktorat Jenderal Pajak tempat obyek pajak berada sesuai dengan pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. Data yang harus didaftarkan dapat dilihat pada SPOP tersebut, dan tata cara pendaftaran obyek kena pajak diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 19/KMK/04/Tahun 1986 tanggal 19 Januari 1986.

 

b.  Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP)

SPOP harus diisi dengan jelas, benar, lengkap dan tepat dan waktu serta ditandatangani dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak obyek pajak selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh wajib pajak.

Apabila SPOP terlambat dikembalikan atau pengisiannya tidak benar atau tidak lengkap dan atau melampirkan data yang tidak benar dengan sengaja maka wajib pajak yang bersangkutan dikenakan denda administrasi dan kepadanya akan diterbitkan surat ketetapan pajak (SKP) bukan surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT).

                           Dalam hal membayar PBB dikenakan 3 (tiga) macam pembayaran yaitu :

1.    Pembayaran melalui Bank yaitu :

Wajib pajak membayar pajak terutang pada Bank-bank yang telah ditentukan atau ditunjuk oleh pemerintah yang berada di wilayah tempat obyek pajak. Setelah pajak tersebut dibayar, wajib pajak menerima SPPT dan oleh wajib pajak dikirimkan ke Kantor Pelayanan PBB setempat secara administrasi, penerimaan oleh Bank diteruskan ke rekening Kantor Kas Negara.

2.    Pembayaran melalui Kantor Pos dan Giro

     Wajib pajak membayar pajaknya melalui Kantor Pos dan Giro di wilayah daerah Kabupaten/Kota tempat obyek pajak dan mengisi SPPT. SPPT yang telah diisi diserahkan ke Petugas Kantor Pos dan Giro dan selanjutnya Kantor Pos dan Giro mengirim ke rekening Kantor Kas Negara.

3.  Tempat lain yang ditunjuk Menteri Keuangan

Tempat lain yang ditunjuk misalnya kolektor (petugas pemungut) yaitu petugas tersebut akan mendatangi wajib pajak diwilayahnya dan menerima bukti pembayaran PBB. Dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam, kolektor menyetor hasil penerimaan PBB ke Bank-bank atau Kantor Pos dan Giro di wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan selanjutnya diteruskan administrasi ke Bank Tunggal atau sentral Pos dan Giro yang kemudian diteruskan ke Kantor Perbendaharaan Kas Negara.

Tata cara pembayaran dan penagihan pajak diatur oleh Menteri Keuangan. Suarat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) merupakan dasar penagihan pajak. Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP yang tidak dibayarkan pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa. Dalam hal tagihan pajak yang terutang dibayar setelah jatuh tempo yang telah ditentukan, penagihannya dilakukan dengan Surat Paksa yang saat ini berdasarkan UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar